Sah-sah saja kalau ada yang tidak setuju bahwa guru bisa digantikan dengan AI.
Tapi, coba perhatikan baik-baik realita yang terjadi sekarang. Mari kita refleksi diri kita sendiri wahai para guru.
——
Akhir-akhir ini, (jujur saja) banyak dari kita yang —sengaja atau tidak—telah mereduksi peran suci seorang guru. Dari peran sebagai pendidik, menjadi hanya sekadar tukang sampaikan materi pelajaran, tukang copy paste, atau pembaca slide PowerPoint. Masuk kelas, sampaikan materi, lalu pulang.
Materi Pelajaran?
Dulu kita riset di perpustakaan. Sekarang, kita ketik di prompt ChatGPT atau Gemini : “Buatkan materi ajar Pancasila untuk siswa kelas XI.”
Perangkat Ajar dan RPP?
Dulu kita begadang menyusunnya. Sekarang, kita copy-paste dari hasil olahan AI, bahkan tanpa sempat membaca detail isinya.
Soal Ujian?
Lagi-lagi hasil generate AI.
Artinya, secara praktis, otak kita sudah di-outsourcing ke server luar negeri. Kita hanya menjadi mikrofon yang menyiarkan materi yang 100% dibuat oleh AI.
Semua pekerjaan kita sudah bisa dikerjakan oleh AI.
Hal ini lama-lama akan membuat dunia berpikir : Apa urgensinya mempertahankan guru dalam bentuk manusia, yang gajinya harus dibayar, dan TPG-nya harus diurus. Bukankah lebih efisien jika kita memasang monitor besar di depan kelas, dan biarkan guru virtual dalam bentuk hologram berbasis AI yang menjelaskan pelajaran.
Ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan :
Pertama, AI Tidak Pernah Kelelahan (dan Tidak Butuh Tunjangan). Ia bisa mengajar 24 jam sehari, 7 hari seminggu, tanpa perlu cuti melahirkan, cuti sakit, atau bahkan cuti untuk ikut diklat. Dan yang paling penting: ia tidak menuntut TPG. Sehingga Uang negara selamat!
Kedua, AI Tidak Pernah Subjektif. AI tidak punya anak emas, tidak punya dendam pribadi pada siswa yang sering terlambat, dan tidak akan menilai esai berdasarkan tingkat ketampanan atau kekayaan orang tuanya. Hasil penilaiannya objektif dan terukur.
Ketiga, AI Selalu Up-to-Date. Ketika ada kabar tentang kebijakan terbaru atau surat edaran mendadak, AI akan tahu dalam 0,05 detik. Kita? Kita biasanya masih perlu menunggu surat dari dinas yang baru sampai dua minggu kemudian.
——
Jika guru tidak ingin digantikan oleh AI, hanya ada satu cara: Berhenti menjadi robot penyampai informasi!
Satu-satunya hal yang tidak bisa ditiru oleh AI adalah Jiwa, Empati, dan Kemampuan untuk Menghadirkan Makna.
Jika kita hanya fokus pada transfer data—hal yang sudah dikuasai oleh AI—maka bersiaplah, dalam beberapa tahun ke depan, profesi kita akan tinggal kenangan. Siswa akan mengenang kita sebagai humanoid lucu yang dulu pernah berdiri di depan kelas, membacakan slide yang sebenarnya bisa mereka tonton di YouTube sambil rebahan.
Mari kita buktikan bahwa menjadi guru adalah tentang membangun karakter, memantik inspirasi, dan mengajarkan nilai kemanusiaan—hal-hal yang tidak tertulis dalam coding AI mana pun. Kalau tidak, silakan siapkan diri Anda untuk menjadi operator server pendidikan, karena yang mengajar di depan kelas sudah bukan lagi Kita, melainkan si pintar bernama AI.
Dikutip dari > https://www.facebook.com/photo/?fbid=25244930848432042&set=a.630595020292300